Oleh
Ernes Pugiye
Dogiyai,
Majalahmaapapua--Sejak
Kabupaten Dogiyai dimekarkan pada 4 Januari, 2008, pemerintah Indonesia masih
tetap melawan (vs) eksistensi daerah dan masyarakat. Sudah menjadi pengetahuan
umum bahwa rakyat sudah selalu dihadapkan pada kondisi perlawanan yang tidak
membawa pada makna hidup Dogiyai Dou Ena bagi
mereka.
Nampaknya, pemerintah melalui adanya berbagai
pembangun daerah itu masih tetap membungkan dan melawan eksistensi Dogiyai.
Perlawanan tersebut lebih dikenal sebagai perbedaan
pandangan dari pemerintah terhadap eksistensi Dogiyai. Perbedaan pandangan
demikian sudah tentunya melahirkan sejumlah persoalan mendasar di antaranya
yakni seperti pembungkaman terhadap nilai-nilai budaya, perusakkan potensi Alam dan masyarakat melalui proses pembangunan yang
tidak adil, kontekstual dan memasyarakat dan masih didominasi dengan adanya
kependudukan orang non Papua dalam dunia usaha dan birokrasi.
Itulah akibat dari adanya perbedaan pandangan antara
pemerintah sendiri yang bermuara pada penolakkan eksistensi Dogiyai di tanah
Papua.
Dari kenyataan hidup harian telah memperlihatkan bahwa
ternyata dalam akal dan hati pemerintah Indonesia itu sudah mendapat perbedaan
pandangan yang paling teramat gelap, egoisme dan mengadung realitas kematian
terhadap makna Dogiyai Dou
Ena. Entahlah
pemerintah sadar ataupun tidak, pandangan mereka yang melawan eksistensi
Dogiyai ini biasa dikonstruksikan sebagai sarana untuk memperkaya diri dan merusak
kondisi asli masyarakat dan alam Leluhurnya.
Pemerintah Indonesia dengan sistem pemerintahannya
yang paling bobrok masih tetap mewarisi pandangan negatifnya sebagai jalan yang
digunakan bersama untuk mendapatkan
kesejahteraan kebahagiaan dan kedamaian palsu bagi kelompok kuat tertentu dari
realitas Dogiyai.
Sementara rakyatnya malahan dipandang sebagai objek,
benda dan sarana. Rakya dengan segala keunikannya hanya biasa dipandang,
diperlakukan dan dimanfaatkan secara tidak bermoral, manusiawi dan tidak
berbudaya untuk memperkaya pemerintah Indonesia.
Bagi
pemerintah, Kabupaten Dogiyai dengan motto Dogiyai Dou Ena adalah juga tempat berburuan berbagai kepentingan untuk
mencari uang, jabatan dan mencari hidup yang bahagia dan sejahtera bagi
sejumlah kelompok kuat dalam kalangan pemerintah proyek kepentingan kelompok ini dibuat lebih-lebih
dialamatkan bagi pemerintah pusat.
Realitas demikian sudah jelas-jelasnya mengakibatkan
kematian, tangisan dan penindasannya yang semakin berlapis bagi rakyat asli
Papua di Dogiyai. Alam Dogiyai juga turut berdukanya karena telah dijadikan
secara paksa sebagai objek kekerasan pemerintah Indonesia. Semua bentuk
kehidupan yang tidak baik telah lama dikondisikan dan diberadakan hanya untuk
rakyat dan alam Dogiyai.
Dari segi penduduk asli, rakyat Dogiyai yang hanya
berjumlah sedikit dan lemah itu berdomisili sepuluh (10) distrik, dan 79
kampung. Rakyat tidak pernah menuntut banyak, meskipun mereka yang kuat itu
menjadi pemimpin pemerintah RI karena ada pelimpahan cinta kasih yang tidak
terbatas dari rakyat Dogiyai.
Tapi sayangnya,
rakyat ini masih tetap mendapat pelayanan pemerintah yang teramat minim meskipun rakyat asli Papua di Dogiyai hanya kaya dengan
nilai-nilai budaya dan kearifan lokal, tetapi kesemua itu tetap saja dibuat
tertidur, dibungkam dan dibuat mati secara paksa dalam adanya berbagai proses
kebijakan pembangunan daerah yang terus berlanjut tanpa keberpihakan, proteksi
dan tanpa keterlibatan rakyat Dogiyai.
Satu akibat yang tidak bisa kita lupakan yakni
keberadaan Dogiyai memang masih tetap akan diarahkan pada realitas hidup yang
tidak ada tujuan akhir kelakuan pemerintah daerah dan pusat saat ini justru
menggambarkan realitas kematian Dogiyai di masa depan.
Dari sumber pengalaman yang paling panjang, pemerintah
nampaknya sudah tidak memiliki visi-misi yang baik dan damai sehingga tidak
diharapkan sebagai agen perubahan, pembebasan sejati
dan hakiki. Tindakan
pemerintah dan gaya hidupnya yang serba kekejaman, absent bersama rakyat lagi
pula menunjukkan masa depan Dogiyai yang penuh kegelapan. Itu berarti, rakyat
tidak akan menemukan titik temu atau menutup kemungkinan akan adanya suatu
solusi damai yang harus perlu dicari, ditemukan dan dicapai oleh pemerintah
dari sejumlah masalah daerah.
Kecuali dalam
konteks ini hanya tetap akan ada pembangunan egoisme, materialisme dan
hodenisme dari pemerintah dan sejumlah pemimpin Gereja demi kepentingan diri
mereka. Jadi, pemerintah dan sejumlah pemimpin Gereja Papua dari lima Keuskupan
adalah pihak utama yang paling tidak benar dan melawan Dogiyai dou ena menuju kematian rakyat.
Tempat
Merebut Kekuasaan
Sejarah telah mengajarkan bahwa pemerintah Indonesia
tidak pernah menyatu dengan pandangan rakyat asli Papua tentang realitas
HIDUP-nya. Pandangan demikian secara jelas telah dilaksanakan dalam wujud
memaknai motto Dogiyai Dou Ena
(Dogiyai Indah Dipandang) secara terbalik (atau Dogiyai tidak Indah Dipandang).
Selama ini, Dogiyai Dou Ena hanya
biasa dipahami sebagai tempat untuk merebut kekuasaan dan mewartakan dirinya
sendiri.
Kekuasaan yang dimaksud, menurut pemahaman mereka
dalam sejarahnya, adalah kekuasaan berpolitik uang, penyalahgunaan kepentingan
jabatan dan kekuasaan persaingan/ ambisi, tanpa komitmen dan orientasi bersama
rakyat secara jelas ke arah cita-cita bersama/ universal. Kehadarian pemerintah
Indonesia dari sejumlah aspek masih terlihat belum pernah didorong, dijiwai dan
diarahkan oleh motto Dogiyai Dou Ena.
Satu nilai mendasar yang selama ini masih tetap
diabaikan oleh keberadaan pemerintah Indonesia di Dogiyai yakni betapa
pentingnya megaktualisasikan keutamaan hidup sejati bagi rakyat Dogiyai demi
kebahagiaan dan kesejahteraan rakyat.
Pengabaian tersebut menjukkan bahwa ternyata
pemerintah sudah mendapat idealisme hidup yang menempatkan realitas alam,
potensi budaya dan rakyat asli Papua di Dogiyai pada posisi ralitas kematian
dan kegelapan. Yang diadakan oleh pemerintah itu hanyalah neraka dan
tindakan-tindakan iblis bagi keberadaan Dogiyai. Nerakan di mana rakyat
diberadakan dalam alam dan budaya hidup yang penuh dengan air mata darah,
ketidakadilan dan ketidakbenaran serta dibangun dalam suasana hidup tanpa nilai
kemanusiaan, etika dan moralitas.
Berdasarkan sejarah di Papua, rakyat hanya dilibatkan
dalam pembangunan daerah ketika lahir persoalan di antara kalangan pemerintah
dan pemerintah juga
konflik antara rakyat Papua dan pemerintah Indonesia. Bahkan sampai pemerintah
pun melibatkan rakyat ketika ada perebutan tanah adat antara rakyat dan para
pemodal asing atau illegal.
Jadi
keterlibatan rakyat selama ini hanya biasa dibuat secara sengaja menjadi tempat
untuk mematikan dirinya sendiri pada satu sisi dan pada sisi lain, pemerintah
termasuk pula pemimpin Gereja masih menjadi jalan terbaik untuk mewartakan
realitas kematian bagi rakyat dan kehidupannya bagi pemerintah dan pemimpin
Gereja sendiri.
Kondisi rakyat yang sedemikian itu diperparah lagi
dengan tidak adanya persatuan dan persaudaraan, mendekatnya masa depan bangsa
yang tidak ada rasa kemanusiaan, terdegradasinya nilai kebaikan (pohon
kebenaran) dan tidak akan adanya realitas kedamaian baik secara vertical
maunpun secara horizontal di antara pemerintah dan rakyat di daerah.
Kenyataan hari
ini, yang biasa berjatuhan korban banyak adalah hanya rakyat yang tidak bersalah,
karena hidup mereka hanya biasa ditentukan oleh pemeritah dan pemimpin Gereja pemerintah sejauh ini tidak pernah mengkonstruksi
proses pembangunan sebagai tempat untuk menentukan hidup yang terbaik bagi
rakyat di daerah.
Rakyat hanya diperlakukan sebagai objek pembangunan
secara tidak manusiawi. Mereka ini tidak dibutuhkan
dihargai dan diakui sebagai
manusia adanya bukan dipandang karena dia manusia, tetapi karena rakyat sudah
diadakan sebagai manusia budak dan tertindas di Dogiyai. Dari sinilah, setiap
orang termasuk pemerintah daerah dipanggil secara inisiatif untuk mendorong dan
mendesak pemerintah Jakarta untuk melaksanakan dialog Jakarta-Papua guna
menciptakan kedamaian bersama.
Butuh
Pembebas Sejati
Sambil pemerintah Dogiyai mendorong dan menatap fokus
pada jalan dialog Jakarta-Papua untuk menuntaskan berbagai konflik Papua secara
menyeluruh, rakyat Dogiyai sesungguhnya butuh seorang pemimpin sejati untuk
menebus struktur dosa ini. Kebutuhan akan seorang pembebas sejati sudah lama
dinanti-nantikan oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat guna menyatakan
keselamatan rakyat dan alam Leluhurnya.
Yang dimaksud
dengan sosok pemimpin pembebas sejati adalah orang yang mengorbangkan diri,
hidup dan nyawanya untuk keselamatan rakyat dari berbagai sistem masalah dan
konflik Papua di Dogiyai yang sudah semakin parah itu.
Sesuai dengan pergumulan rakyat dan alam Papua di
Dogiyai selama ini, kehadiran Bupati Jack Yakobus Dumupa dan Oskar Makai selama
lima tahun ke depan tentunya akan menjadi jawaban atas rakyat dan alam Dogiyai.
Pergumulan ini telah dinyatakan dengan memberikan suara terbanyak 46.034 kepada
pasangan Dumu-Makai secara baik, damai dan adil karena telah diyakni, dicintai
dan diharapkan serta dibutuhkan sebagai Sang Pembebas sejati bagi Dogiyai.
Meskipun dalam perjalanan pertaruhanan berpolitikannya itu telah ditandai dengan sejumlah
masalah politik yang tidak wajar dan sampai sekarang masih belum adanya
pelantikan Bupati baru, kondisi dosa di Dogiyai tentunya akan ditebus
hanya oleh kedua orang kepercayaan rakyat dan alam Leluhurnya. Ini panggilan
Luhur dari Tuhan.
Melalui kehadiran pemerintahan baru nanti, Dogiyai Dou Ena harus perlu diselamatan dan
dibebaskan terlebih dahulu dari perbedaan pandangan tersebut. Sejatinya,
Dogiyai Dou Ena adalah semacam simpul kebahagian yang menarik
pemerintah dan pemimpin Gereja yang masih belum pernah bertobat itu untuk
selalu hendak berpihak pada rakyat Dogiyai dan keberadaan alamnya melalui
penerapan pembangunan yang memihak, memasyarakat dan berbudaya Papua.
Agenda inilah yang dilaksanakan secara istimewa,
menyeluruh dan dengan penuh kebaikan kepada rakyat dan daerah yang telah
dilupakan selama ini sebagai sosok pembebas sejati, kamu bisa akan
mempersatukan mereka yang lemah, minoritas dan terlupakan dalam kesatuan
semangat motto Dogiyai Dou Ena.
Juga mempesatukan orang kaya dan miskin untuk berjuang
demi menyelamatkan rakyat dan tanah Leluhurnya maka dari itu, rakyat dan alam yang terlupakan yakni
Sukikai Selatan, Piyaiye dan Degeuwo serta Kapiraya dan seluruh wilayah Dataran
Selatan-Utara, Timur-Barat Dogiyai sudah tentunya akan ditetapkan sebagai
agenda prioritas keberpihakan dan pemebebasan pembangunan oleh pemerintah dari
realitas ingatan lupa.
Perlu diingat
baik-baik bahwa program pembangunan yang memihak, memproteksi dan menyelamatkan kepada rakyat dan alam
Dogiyai adalah agenda kebenaran dan keadilan yang tenunya akan membenarkan kamu
dan segalanya. Kita tunggu!
Penulis adalah Mahasiswa STFT “Fajar Timur” Abepura
Jayapura

Tidak ada komentar:
Posting Komentar