Musa Boma
Jayapura,
MAJALAH SELANGKAH -- Pemerintah Indonesia melalui elit politik tidak lagi
bertobat untuk memekarkan Kabupaten Mapia Raya dari Kabupaten induk Dogiyai. Di
pulau Cenderawasih Papua kini masih semakin ramai dengan berbagai pemekaran
baik itu distrik, kabupaten, maupun pemekaran provinsi.
Hal
tersebut disampaikan Musa Boma, mahasiswa Fisip Universitas Cenderawasih asal
Kabupaten Dogiyai mewakili tokoh rakyat, tokoh agama, adat, pemuda,
perempuan tokoh intelektual bersama
leluhur di Mapia. Menurutnya, pemerintah pusat merasa diri bisa menjawab
berbagai persoalan yang ada di Papua, tapi hanya menambah masalah di atas
masalah.
"Sekalipun
masalah-masalah yang dihadapi warga di daerah telah diakomodir, dirangkul dan
disatukan dalam UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi
Provinsi Papua dan Papua Barat Saat ini, pemberlakuan Otsus telah menginjak
usia sudah 14 tahun tetapi substansi dari UU Otsus masih tetap tidak
direalisasikan melalui program dan kebijakan-kebijakan yang bernuansa kekerasan
dan konflik sebagai aktor utama oleh militer," kata Musa Boma kepada
majalahselangkah.com, di Abepura, Selasa (10/02) siang.
Musa
menjelaskan, orang asli Papua tidak pernah atau jarang menyaksikan bahwa
pemerintah masih mengembangkan program pemekaran sebagai solusi untuk membangun
Papua. Karena itu, pemerintah sudah harus menganggap pemekaran Kabupaten dan
Provinsi sebagai solusi utama untuk menyelesaikan konflik Papua dengan tujuan
utama yakni kesejahteraan dan kemandirian rakyat Papua.
"Pemda
Kabupaten Dogiyai melalui tim pemekaran kini masih memperjuangkan pemekaran
Kabupaten Mapia Raya. Ada kenyataan bersama bahwa upaya pemekaran Mapia Raya
ini telah diupayakan oleh pemerintah di Kabupaten Dogiyai dalam hal ini Bupati
Kabupaten Dogiyai berinisial TT telah terbukti membentuk tim pemekaran Mapia
Raya tersebut. Tim pemekaran ini telah dibentuk sejak 27 Mei 2014 di
Dogiyai," jelas Musa.
Berdasarkan
data atau laporan dari sejumlah penjabat birokrasi di Kabupaten Dogiyai,
lanjutnya, bahwa tim ini dibentuk
berdasarkan instruksi langsung dari bupati Dogiyai.
"Nampak
sekali, ada unsur kesengajaan dalam membentuk tim pemekaran yang diketuai oleh
Paskalis Butu untuk menyiapkan berbagai administrasi. Seperti membuat bahan
sosialisasi tentang pemekaran, koordinasi, sosialisasi dengan berbagai
stakeholder dan berbagai kelengkapan lainnya. Juga tim ini ditugaskan untuk
mencari orang-orang yang berkepentingan tertentu untuk menarik perhatian dan
dukungan secara semaksa dalam mewujudkan upaya pemekaran tersebut. Maka
pemekaran Mapia Raya ini kini telah dikerjakan secara diam-diam untuk meminta
persetujuan kepada Menteri Dalam Negeri tanpa mengadakan dialog bersama rakyat
setempat secara resmi," ujarnya.
Lebih
lanjut dibeberkan Boma, ketika upaya ini telah diketahui oleh kebanyakan warga
Dogiyai, khsususnya warga Mapia, muncul penolakan dengan tegas. Warga sudah
menolak upaya pemekaran Mapia Raya, buktinya telah dinyatakan melalui berbagai
pertemuan, cara dan tindakan. Penolakan dari rakyat itu juga dinyatakan melalui
tulisan yang telah diekspos oleh tabloidjubi.com, edisi Sabtu, (24/11/2014).
Namun
sampai sekarang, kata Boma, pemerintahpun tidak henti-hentinya memperjuangkan
pemekaran Mapia Raya daripada mengurus upaya penyelesaian berbagai masalah
daerah.
"Oleh
karena itu, kita dapat menyimpulkan bahwa sebenarnya pemerintah tidak serius
membangun pembangunan bagi warga di Kabupaten Dogiyai," tegasnya.
Tanggapan Kritis Atas Upaya Pemekaran Mapia
Raya
Untuk
menanggapi realitas upaya pemekaran tersebut, pihak masyarakat tidak mau
basa-basi atau tidak mau mendikte pemerintah. Tapi warga hanya mau menyatakan
sikap tolak secara total atas pemekaran tersebut. Semua rakyat Dogiyai, tokoh
agama, pemuda, perempuan, tokoh adat bersama kami mahasiswa asal Dogiyai menolak
tegas terhadap upaya pemekaran Mapia Raya.
Dijelaskan
alasan mendasari untuk menolak pemekaran Mapia Raya yakni telah dijamin aturan
yang berlaku di Negara Republik Indonesia (NKRI), dimana dalam undang-undang
nomor 129 tahun 2011 Bab III pasal 3 telah berbicara tentang syarat-syarat
untuk menjadi satu kabupaten itu belum lengkap, yakni kemampuan ekonomi,
potensi daerah, soal budaya, sosial politik, jumlah pendudukan dan luas daerah.
Lebih
lanjut disampaikan, sedangkan pasal 3 huruf d merupakan cerminan tersedianya
sumber daya yang dapat dimanfaatkan dan memberikan sumbangan terhadap
pernerimaan daerah dan kesejahteraan masyarakat yang dapat diukur dari sarana
ekonomi, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana transporasi dan komunikasi
dan sarana pariwisata serta ketenagakerjaan.
"Bila
keberadaan warga di Dogiyai itu dikaji berdasarkan UU tadi, pemerintah telah
terbukti tidak memenuhi syarat-syarat untuk mekarkan Mapia Raya. Kita sudah
alami bersama, keberadaan warga dan alam Dogiyai saat ini tidak memenuhi dan
dijamin oleh berbagai kriteria yang telah dirumuskan di atas," ungkapnya.
Kondisi
ini malahan mulai semakin merembes bagi keberadaan warga dalam berbagai aspek
kehidupan yang lain. Sepertinya persoalan buta aksara yang masih dialami oleh
semua warga baik masyarakat maupun anak-anak berusia sekolah. Berdasarkan
pengamatan langsung dari semua pihak, warga Dogiyai Mapia yang telah tergolong
dalam masalah buta aksara ini sebanyak 90 persen.
"Sementara
mereka yang tahu baca dan tulis adalah sebanyak 10 persen. Bagi mereka ini
dipastikan tergolong dari mahasiswa dan para pejabat yang lagi bekerja di
Dogiyai. Karena orang yang sudah berpendidikan saja sudah diketahui tidak lebih
dari 100 orang. Ini data lapangan ketika mahasiswa asal Dogiyai turun ke daerah
langsung," tutur Boma.
Menurutnya,
sudah begitu, pemerintah sudah tidak menyiapkan sumber daya manusia. Hal ini
diperparah lagi dengan tidak tersedianya sarana dan prasarana pendidikan di
setiap sekolah yang ada di Dogiyai. Kondisi sekolah yang ada diwarnai dengan
minum mabuk beralkohol, makan pinang dan kegiatan huru-hara juga merupakan satu
integral yang tidak bisa dipisahkan dari masalah pendidikan dan ekonomi.
Ditegaskan
Musa, persoalan lain yang merupakan alasan mendasar bagi kami untuk menolak
tegas atas wacana Mapia Raya yakni tidak tembus-tembusnya jalan raya trans dari
Dogiyai menuju ke Sukikai Selatan dan tembus ke Mimika Selatan.
"Padalah
triliyunan rupiah yang dari pusat setiap tahun untuk membangun infrastruktur,
tapi proyek jalan dan jembatannya masih saja belum apa-apa, namun ingin mau
mekarkan ini sangat lucu dari mata publik," ucapnya sembari menambahkan
keberadaan rakyat setelah akan dimekarkan Mapia Raya nanti diprediksi hidup
lebih bertambah menderita dalam segala aspek.
Oleh
karena itu, lanjut dia,semua komponen yang ada di Dogiyai menolak total atas
pemekaran Mapia Raya. Pihaknya tidak mau Mapia Raya. Pihaknya tetap akan tolak
upaya pemekaran Mapia Raya.
"Ini
telah dinyatakan juga sejak musyawarah kami bersama rakyat di ruang SMP Negeri
1 Mapia, Distrik Mapia," imbuhnya.
Hal
senada juga ditegaskam mahasiswi asal daerah Mapia, Maria Butu di Salatiga,
Jawa Tengah.
Kepada
majalahselangkah.com, Rabu (11/02/15), Maria mengatakan, mahasiswa Dogiyai asal
daerah Mapia di Jawa-Bali, berpendapat bahwa daerah Mapia jauh dari sebutan
layak untuk mekar menjadi satu kabupaten.
"Kabupaten
Dogiyai yang menjadi induk saja tidak terurus baik begitu, terus masih bicara
kurang tenaga dan datangkan tenaga dari luar Papua untuk kerja, bagaimana mau
mimpi Mapia Raya jadi kabupaten?" ujar Butu mempertanyakan.
Yosias
Iyai, mahasiswa dari Mapia di Bogor kepada majalahselangkah.com beberapa waktu
lalu juga mengaku pernah mendengar isu soal akan dimekarkannya Mapia Raya dan
adanya upaya-upaya pemekaran dari para elite lokal Dogiyai di Jakarta.
"Kami
tetap tolak. Bukan karena anti pembangunan, tapi memang tidak layak. Kami punya
rakyat yang akan menderita," tegas Iyai.
Untuk
diketahui, penolakan atas pemekaran ini telah dinyatakan terlebih dahulu oleh Gubernur
Papua, Lukas Enembe. Seruan penolakannya secara moral itu telah disampaikannya
kepada publik melalui media terbesar Tanah Paua, yakni Cenderawasih Pos, edisi
Senin (03/11/14) lalu.
"Jadi,
aksi penolakan tegas kami atas pemekaran Mapia Raya ini merupakan dukungan
kepada Bapak Gubernur untuk menolak pemekaran kabupaten dalam membangun Papua
yang sesungguhnya demi mewujudkan visinya yakin bangkit, mandiri dan
sejahtera," pungkasnya. Sumber
Majalahselangkah.com (Abeth Abraham You/MS)

sangat luar biasa kak jago
BalasHapus