MAJALAH MAA PAPUA

TOTA MAPIHA BUKAN TANAH SEMBARANG: KASIH MENEMBUS SEGALA PERBEDAAN SEMUA SUKU BANGSA DUNIA


Breaking News

Minggu, 08 November 2015

Rencana Pemekaran Kabupaten Mapia Raya Ditolak!



                                                                         Musa Boma

Jayapura, MAJALAH SELANGKAH -- Pemerintah Indonesia melalui elit politik tidak lagi bertobat untuk memekarkan Kabupaten Mapia Raya dari Kabupaten induk Dogiyai. Di pulau Cenderawasih Papua kini masih semakin ramai dengan berbagai pemekaran baik itu distrik, kabupaten, maupun pemekaran provinsi.
Hal tersebut disampaikan Musa Boma, mahasiswa Fisip Universitas Cenderawasih asal Kabupaten Dogiyai mewakili tokoh rakyat, tokoh agama, adat, pemuda, perempuan  tokoh intelektual bersama leluhur di Mapia. Menurutnya, pemerintah pusat merasa diri bisa menjawab berbagai persoalan yang ada di Papua, tapi hanya menambah masalah di atas masalah.
"Sekalipun masalah-masalah yang dihadapi warga di daerah telah diakomodir, dirangkul dan disatukan dalam UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua dan Papua Barat Saat ini, pemberlakuan Otsus telah menginjak usia sudah 14 tahun tetapi substansi dari UU Otsus masih tetap tidak direalisasikan melalui program dan kebijakan-kebijakan yang bernuansa kekerasan dan konflik sebagai aktor utama oleh militer," kata Musa Boma kepada majalahselangkah.com, di Abepura, Selasa (10/02) siang.
Musa menjelaskan, orang asli Papua tidak pernah atau jarang menyaksikan bahwa pemerintah masih mengembangkan program pemekaran sebagai solusi untuk membangun Papua. Karena itu, pemerintah sudah harus menganggap pemekaran Kabupaten dan Provinsi sebagai solusi utama untuk menyelesaikan konflik Papua dengan tujuan utama yakni kesejahteraan dan kemandirian rakyat Papua.
"Pemda Kabupaten Dogiyai melalui tim pemekaran kini masih memperjuangkan pemekaran Kabupaten Mapia Raya. Ada kenyataan bersama bahwa upaya pemekaran Mapia Raya ini telah diupayakan oleh pemerintah di Kabupaten Dogiyai dalam hal ini Bupati Kabupaten Dogiyai berinisial TT telah terbukti membentuk tim pemekaran Mapia Raya tersebut. Tim pemekaran ini telah dibentuk sejak 27 Mei 2014 di Dogiyai," jelas Musa.
Berdasarkan data atau laporan dari sejumlah penjabat birokrasi di Kabupaten Dogiyai, lanjutnya,  bahwa tim ini dibentuk berdasarkan instruksi langsung dari bupati Dogiyai.
"Nampak sekali, ada unsur kesengajaan dalam membentuk tim pemekaran yang diketuai oleh Paskalis Butu untuk menyiapkan berbagai administrasi. Seperti membuat bahan sosialisasi tentang pemekaran, koordinasi, sosialisasi dengan berbagai stakeholder dan berbagai kelengkapan lainnya. Juga tim ini ditugaskan untuk mencari orang-orang yang berkepentingan tertentu untuk menarik perhatian dan dukungan secara semaksa dalam mewujudkan upaya pemekaran tersebut. Maka pemekaran Mapia Raya ini kini telah dikerjakan secara diam-diam untuk meminta persetujuan kepada Menteri Dalam Negeri tanpa mengadakan dialog bersama rakyat setempat secara resmi," ujarnya.
Lebih lanjut dibeberkan Boma, ketika upaya ini telah diketahui oleh kebanyakan warga Dogiyai, khsususnya warga Mapia, muncul penolakan dengan tegas. Warga sudah menolak upaya pemekaran Mapia Raya, buktinya telah dinyatakan melalui berbagai pertemuan, cara dan tindakan. Penolakan dari rakyat itu juga dinyatakan melalui tulisan yang telah diekspos oleh tabloidjubi.com, edisi Sabtu, (24/11/2014).
Namun sampai sekarang, kata Boma, pemerintahpun tidak henti-hentinya memperjuangkan pemekaran Mapia Raya daripada mengurus upaya penyelesaian berbagai masalah daerah.

"Oleh karena itu, kita dapat menyimpulkan bahwa sebenarnya pemerintah tidak serius membangun pembangunan bagi warga di Kabupaten Dogiyai," tegasnya.
 Tanggapan Kritis Atas Upaya Pemekaran Mapia Raya
Untuk menanggapi realitas upaya pemekaran tersebut, pihak masyarakat tidak mau basa-basi atau tidak mau mendikte pemerintah. Tapi warga hanya mau menyatakan sikap tolak secara total atas pemekaran tersebut. Semua rakyat Dogiyai, tokoh agama, pemuda, perempuan, tokoh adat bersama kami mahasiswa asal Dogiyai menolak tegas terhadap upaya pemekaran Mapia Raya.
Dijelaskan alasan mendasari untuk menolak pemekaran Mapia Raya yakni telah dijamin aturan yang berlaku di Negara Republik Indonesia (NKRI), dimana dalam undang-undang nomor 129 tahun 2011 Bab III pasal 3 telah berbicara tentang syarat-syarat untuk menjadi satu kabupaten itu belum lengkap, yakni kemampuan ekonomi, potensi daerah, soal budaya, sosial politik, jumlah pendudukan dan luas daerah.
Lebih lanjut disampaikan, sedangkan pasal 3 huruf d merupakan cerminan tersedianya sumber daya yang dapat dimanfaatkan dan memberikan sumbangan terhadap pernerimaan daerah dan kesejahteraan masyarakat yang dapat diukur dari sarana ekonomi, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana transporasi dan komunikasi dan sarana pariwisata serta ketenagakerjaan.
"Bila keberadaan warga di Dogiyai itu dikaji berdasarkan UU tadi, pemerintah telah terbukti tidak memenuhi syarat-syarat untuk mekarkan Mapia Raya. Kita sudah alami bersama, keberadaan warga dan alam Dogiyai saat ini tidak memenuhi dan dijamin oleh berbagai kriteria yang telah dirumuskan di atas," ungkapnya.
Kondisi ini malahan mulai semakin merembes bagi keberadaan warga dalam berbagai aspek kehidupan yang lain. Sepertinya persoalan buta aksara yang masih dialami oleh semua warga baik masyarakat maupun anak-anak berusia sekolah. Berdasarkan pengamatan langsung dari semua pihak, warga Dogiyai Mapia yang telah tergolong dalam masalah buta aksara ini sebanyak 90 persen.
"Sementara mereka yang tahu baca dan tulis adalah sebanyak 10 persen. Bagi mereka ini dipastikan tergolong dari mahasiswa dan para pejabat yang lagi bekerja di Dogiyai. Karena orang yang sudah berpendidikan saja sudah diketahui tidak lebih dari 100 orang. Ini data lapangan ketika mahasiswa asal Dogiyai turun ke daerah langsung," tutur Boma.
Menurutnya, sudah begitu, pemerintah sudah tidak menyiapkan sumber daya manusia. Hal ini diperparah lagi dengan tidak tersedianya sarana dan prasarana pendidikan di setiap sekolah yang ada di Dogiyai. Kondisi sekolah yang ada diwarnai dengan minum mabuk beralkohol, makan pinang dan kegiatan huru-hara juga merupakan satu integral yang tidak bisa dipisahkan dari masalah pendidikan dan ekonomi.
Ditegaskan Musa, persoalan lain yang merupakan alasan mendasar bagi kami untuk menolak tegas atas wacana Mapia Raya yakni tidak tembus-tembusnya jalan raya trans dari Dogiyai menuju ke Sukikai Selatan dan tembus ke Mimika Selatan.
"Padalah triliyunan rupiah yang dari pusat setiap tahun untuk membangun infrastruktur, tapi proyek jalan dan jembatannya masih saja belum apa-apa, namun ingin mau mekarkan ini sangat lucu dari mata publik," ucapnya sembari menambahkan keberadaan rakyat setelah akan dimekarkan Mapia Raya nanti diprediksi hidup lebih bertambah menderita dalam segala aspek.
Oleh karena itu, lanjut dia,semua komponen yang ada di Dogiyai menolak total atas pemekaran Mapia Raya. Pihaknya tidak mau Mapia Raya. Pihaknya tetap akan tolak upaya pemekaran Mapia Raya.

"Ini telah dinyatakan juga sejak musyawarah kami bersama rakyat di ruang SMP Negeri 1 Mapia, Distrik Mapia," imbuhnya.
Hal senada juga ditegaskam mahasiswi asal daerah Mapia, Maria Butu di Salatiga, Jawa Tengah.
Kepada majalahselangkah.com, Rabu (11/02/15), Maria mengatakan, mahasiswa Dogiyai asal daerah Mapia di Jawa-Bali, berpendapat bahwa daerah Mapia jauh dari sebutan layak untuk mekar menjadi satu kabupaten.
"Kabupaten Dogiyai yang menjadi induk saja tidak terurus baik begitu, terus masih bicara kurang tenaga dan datangkan tenaga dari luar Papua untuk kerja, bagaimana mau mimpi Mapia Raya jadi kabupaten?" ujar Butu mempertanyakan.
Yosias Iyai, mahasiswa dari Mapia di Bogor kepada majalahselangkah.com beberapa waktu lalu juga mengaku pernah mendengar isu soal akan dimekarkannya Mapia Raya dan adanya upaya-upaya pemekaran dari para elite lokal Dogiyai di Jakarta.
"Kami tetap tolak. Bukan karena anti pembangunan, tapi memang tidak layak. Kami punya rakyat yang akan menderita," tegas Iyai.
Untuk diketahui, penolakan atas pemekaran ini telah dinyatakan terlebih dahulu oleh Gubernur Papua, Lukas Enembe. Seruan penolakannya secara moral itu telah disampaikannya kepada publik melalui media terbesar Tanah Paua, yakni Cenderawasih Pos, edisi Senin (03/11/14) lalu.
"Jadi, aksi penolakan tegas kami atas pemekaran Mapia Raya ini merupakan dukungan kepada Bapak Gubernur untuk menolak pemekaran kabupaten dalam membangun Papua yang sesungguhnya demi mewujudkan visinya yakin bangkit, mandiri dan sejahtera," pungkasnya.  Sumber Majalahselangkah.com (Abeth Abraham You/MS)

1 komentar:

Designed By