Penulis: MusaBoma
Jayapura, Selasa, (10/02/15)—Jubi Dosen Antropologi Fakultas
Fisi Uncen Abepura mengatakan, Bupati Puncak Jaya harus segera mengambil sikap
bijaksana dalam membangun pembangunan warga di daerahya, pedalaman Papua. Hal
ini diuangkapkan Pak Goo untuk menangkapi Kejikan Bupati Wamena terkait upaya
membukanya Makodam Brimob Terbesar itu.
Demi terciptanya perdamaian bersama di Papua, pihaknya
mengusul tiga hal mendasar kepada Bupati Puncak Jaya yakni: Pertama, Pak Bupati
bukan meniadakan Brimob tetapi jika mersa dibutuhkan bisa mendatangkan Brimob
dari Polda Papua. Tapi tidak dengan mendirikan Markas Makodam Brimob Terbesar (Makobes)
di wilayah Puncak Jaya.
“Jika
Bupati mengambil kebijakan itu karena alasan akan keamanan, maka mintalah
Brimop Papua yang selama ini mereka bekerilya di Kota Jayapura kepada Kapolda
Papua. Jadi tidak dengan mendirikan Makobes karena ini bukan solusi
komprehensif atas semua masalah daerah. Ini hanya menamba masalah dan nyawa
barus saja.
Kedua,
upaya mendirikan Makobes ini hanya memelihara dan lebih menciptakan peluang
kekerasan militer di Papua. Seperti yang
telah diketahui bersama dalam sejarah bahwa telah terjadi operasi militer
secara besar-besaran dan tidak manusiawi sejak 1 Maret 1963, 1969-1970-an
sampai pada tahun 1980 an terhadap rakyat termasuk rakyat asli di Wamena. Bahkan
setelah rakyat melawati peristiwa brutaalis itu, 200-an hingga sekarang pun,
rakyat di Wamena ini masih sering dibunuh secara halus dan diam-diam oleh Brimob.
Jika
Makobes ini didirikan berarti kemungkinan rakyat akan selalu mencurigai penambahan
Makodam itu sebagai tindakan pemerintah termasuk Militer Indonesia untuk meningkatkan
upaya pembunuhan terhadap rakyat secara berkelanjutan. Sebelum membangun Makodam
saja banyak rakyat di wamena selalu dikorban secara brutal dengan alat negara.
Apalagi setelah pembangunan Makodam itu dibangun di sana. Maka usul saya untuk
Bupati adalah mengambil suatu kebijakan itu harus bersumber dari rakyat untuk
rakyat.
Bupati
perlu memahami mekanisme secara baik. Biasanya suatu kehadiran tertentu itu
bersumber dari legalitas pengakuan rakyat. Sebelum merealisasikannya, pengakuan
rakyat sepeti itu biasanya melalui persetujuan DPR, MRP dan kemudia diteruskan pimpinan
tertinggi atau kepada Polda Papua. Jika suatu hari terjadi operasi milter
secara besar-besar karena telah dibukanya Makodam itu, itu adalah tanggung
jawab Bupati.
Ketiga
adalah pembunuhan krakter rakyat Papua. Pembangunan Makodam itu jelas-jelas
sebagai bentuk pemaksaan yang mengakibatkan pembunuhan krater rakyat Papua. Jadi
jika rakyat telah menyatakan tolak secara tegas terhadap mau dibukanya Makobes di
Waena berarti itu yang benar. Mau cari kebenaran apa lagi. Tegasnya. (Ernest).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar